Monday, August 8, 2016

MEMBUMIKAN SHABAR UNTUK MERAIH SUKSES DUNIA AKHIRAT

MEMBUMIKAN SHABAR UNTUK MERAIH SUKSES DUNIA AKHIRAT

MELIHAT MAKNA SHABAR LEBIH JAUH

membumikan shabar

Banyak sekali hadits, ayat, dan atsar para sahabat tentang keutamaan shabar. Diantara banyak dalil yang menjelaskan tentang keutamaan shabar yang cukup mewakili adalah QS al Baqarah: 157, yang artinya:

“Merekalah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhan mereka. Dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.al Baqarah:157)

Yang dimaksud mereka dalam ayat ini adalah orang-orang yang shabar, sebab jika dilihat dari ayat 153, sedang membahas orang-orang yang shabar.

Anda juga bisa membahas artikel lainnya yang pernah dibahas di Motivasi Islami tentang shabar. Bahasan kali ini akan fokus mendalami bagaimana cara kita membumikan shabar dalam kehidupan sehari-hari.

Shabar adalah setengah dari iman. Ini menunjukan bagaimana dalamnya makna shabar. Shabar tidak hanya bisa artikan sebagai diam. Dalam konteks tertentu, artinya diam. Tapi lain lagi saat sedang berperang. Jika harusnya berperang, tetapi Anda diam, itu bukan shabar. Jika harusnya Anda berusaha, tetapi diam, Anda juga bukan orang yang shabar.


Shabar adalah keteguhan dalam kebenaran atau dengan bahasa lain menurut Imam Ghazali, shabar adalah upaya meninggalkan berbagai tindakan yang disukai nafsu syahwat. Yang dimaksud dengan “yang disukai nafsu syahwat” bukan hanya berkaitan dengan perut dan yang dibawahnya saja, tetapi makna hawa nafsu syahwat yang luas.

Shabar Sesuai Konteksnya

Sekarang, bagaimana membumikan shabar sesuai dengan konteks kehidupan kita?

OK, kita akan bahas beberapa kondisi yang berbeda dan aplikasi keshabaran berbeda. Perlu dingat, aplikasi berbeda, tetapi makna keshabaran tetap sama.

Shabar saat sedang ditimpa musibah adalah kita menerima dengan ikhlas apa yang terjadi sambil tetap berusaha keluar dari musibah. Sementara orang yang tidak shabar, yaitu orang yang mengikuti hawa nafsu menyikapi musibah dengan meraung-raung, manampar pipi sendiri, berkeluh kesah, dan sikap-sikap negatif lainnya.
Kata siapa kaya bukan ujian? Maka, apakah kita termasuk orang yang shabar atau tidak? Orang yang shabar berkaitan dengan kekayaan akan zuhud dan menahan diri. Sementara orang yang tidak shabar akan sombong.
Shabar dalam peperangan atau pertempuran adalah berani. Bukan diam, kabur, atau menjadi pengecut sebab itu adalah sikap orang-orang yang tidak shabar.
Shabar dalam menahan amarah disebut lemah lembut atau santun dan kebalikannya disebut menggerutu atau menyesali diri.
Shabar saat menghadapi kebosanan atau hal-hal yang tidak mengenakan diri adalah lapang dada dan kebalikannya adalah bosan. Hm … bosan ciri orang yang tidak shabar.
Shabar dalam menjalani hidup adalah zuhud sementara kebalikannya adalah tamak.
Shabar atas kadar bagian yang sedikit disebut qona’ah dan kebalikannya disebut serakah atau rakus.
Jadi, bagian-bagian kesabaran dilihat dari konteksnya. Tidak selamanya diam atau pasrah. Jika harus bertindak, maka tetaplah bertindak. Jika memang harus diam, maka diamlah.

Tinggal kita melihat keharusan itu, siapa yang mengharuskan? Jika yang mengharuskan itu Allah, maka ikutilah, itu yang disebut shabar. Jika yang mengharuskan itu keinginan hawa nafsu dan Anda mengikutinya, maka Anda tidak termasuk orang yang shabar.

Kunci untuk menjadi pribadi yang shabar adalah sebelum kita bersikap atau bertindak, apakah sesuai dengan tuntunan Allah? Atau hanya mengikuti hawa nafsu?

Mewaspadai Rekayasa Hawa Nafsu

Akal bisa menjadi budak hawa nafsu, saat akal mengikuti keinginan hawa nafsu. Saat akal sudah menjadi budak hawa nafsu, maka si akan akan menuruti dan mendukung apa pun yang dinginkan oleh hawa nafsu. Bisa jadi, akal akan membuat rekayasa-rekayasa sepela untuk memenuhi keinginan hawa nafsunya.

Rekayasa akal itu seperti dalih, alasan, atau bahkan mempelintir ayat agar sesuai dengan keinginan hawa nafsunya.

Sebagai contoh, malas adalah salah satu ciri orang yang tidak shabar. Seharusnya bertindak, tetapi dia tidak bertindak, dia hanya mengikuti keinginan hawa nafsunya untuk bersantai dan berleha-leha. Malas itu bisa jadi akibat perbuatan setan yang memanfaatkan hawa nafsu kita.

Kemudian, dengan rekayasa akal, dia mengatakan kalau dia itu menyukuri apa yang ada sehingga tidak perlu usaha lebih giat lagi. Padahal, kata syukur hanya pemanis bibir, hanya untuk menutupi kemalasannya. Lihat artikel ini tentang malas yang menyamar.

Waspadalah terhadap rekayasa dari diri sendiri hanya untuk mengikuti hawa nafsu.

Mudah-mudahan, dengan memahami makna shabar sesuai dengan konteksnya, akan lebih memudahkan kita untuk mengaplikasikan atau membumikan keshabaran dalam kehidupan kita sehari-hari. Shabar adalah modal kita untuk sukses dunia akhirat, sebab kita lebih kuat, lebih tahan banting, dan yang lebih penting mendapatkan pertolongan Allah.

Insya Allah, jika kita bisa menjadi orang yang shabar, dakwah akan lebih berjaya, kehidupan pribadi lebih syukses dan mendapatkan rahmat serta ampunan Allah. Aamiin.

No comments:

Post a Comment